Rabu, 23 April 2014

MARITAL RAPE, PEDOFILIA DAN KASUS PELECEHAN SEKSUAL LAINNYA MASIH DISIKAPI ACUH TAK ACUH OLEH HUKUM DI INDONESIA PRO ATAU KONTRA ?

Masalah Marital rape dan pedofilia sekarang telah menjadi isu nasional yang memerlukan penanganan serius dari semua pihak. Perlunya kedua hal di atas memperoleh perhatian serius tidak lain disebabkan masih tingginya bentuk-bentuk pelanggaran terhadap kedua hal di atas. Meningkatkan pelanggaran terkait perlindungan anak dan KDRT dengan mudah diketahui oleh masyarakat melalui media massa ataupun berbagai institusi baik swasta maupun pemerintah. 
Marital rape sendiri adalah kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan. Di mana, marital rape dapat diartikan sebagai segala bentuk hubungan seksual yang tidak diinginkan, yang dilakukan melalui paksaan, ancaman, atau ketika sang istri tidak mau melakukannya. Sedangkan pedofilia merupakan kecenderungan seseorang yang telah dewasa baik pria maupun wanita untuk melakukan aktivitas seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual dengaan anak-anak kecil.
Dalam kasus ini terjadi pro dan kontra di berbagai pihak, terutama di kalangan masyarakat.

PRO
Meningkatnya kasus pelanggaran terkait perlindungan anak dan KDRT yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sangatlah memprihatinkan, terlebih apabila kasus tersebut tidak terselesaikan dengan  baik. Ketidakmampuan pemerintah dan instansi terkait lainnya dalam menangani maraknya kedua masalah tersebut tidak saja menyebabkan semakin banyaknya korban berjatuhan, tetapi yang lebih memprihatinkan adalah berkembangnya pandangan di tengah-tengah masyarakat bahwa pemerintah sudah kehilangan wibawanya, sehingga tidak mampu memberikan perlindungan jaminan dan kesejahteraan kepada  warga negaranya, sebagai salah satu  jenis hak asasi manusia. 
Penanganan kasus marital rape masih belum terlalu serius, ada sekitar 119 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan, tetapi  hanya 59,50 persen yang ditangani oleh penegak hukum. Walaupun sudah terdapat undang-undang yang mengatur mengenai hal ini yakni dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dimana pasal 5 juga mengaatur mengenai larangan tindakan kekerasan seksual (lebih jelasnya kekerasan seksual diatur dalam pasal 8), yaitu pemaksaan hubungan seksual yang tidak diinginkan, tetapi nyatanya sangat sulit untuk menegakkan keadilan dalam kasus marital rape. Kurangnya kepekaan dan kepedulian dari aparat penegak hukum terhadap perempuan yang menjadi korban dari marital rape juga seringkali menjadi penyebab mengapa korban tidak melaporkan kejadian yang mereka  alami kepada pihak berwajib.
Hal yang sama juga terjadi pada kasus pedofilia, dimana pada kasus ini pihak kejaksaan tidak serius dalam menangani kasus-kasus pedofilia, mereka tidak menerapkan hukuman yang setimpal dengan resiko rusaknya masa depan para korban. kejaksaan dinilai selama ini hanya melihaat bukti-bukti dan akibat formal dari perilaku kaum pedofilia. Padahal dampak kekerasan seksual pada anak-anak baru kan terlihat alam jangka panjang. Bila penerapan UU Perlindungan Anak No. 32 Tahun 2002 benar-benar digunakan jaksa,, maka kasus ini dapat terselesaikan dengan tuntas.

KONTRA
Dalam penanganan kasus marital rape dan pedofilia, pemerintah sudah berupaya dengan melakukan program Keluarga Berencana (KB) dan program wajib belajar 12 tahun untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia muda sehingga dapat menambah pengetahuan untuk menghindari hal-hal negatif yang akan terjadi pada diri mereka sendiri.
Di Indonesia sendiri, ketentuan tentang kasus marital rape belum dapat termasuk dalam peraturan perundang-undangan, khususnya hukum pidana. Kasus marital rape hanya terdapat dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang tindak kekerasan dalam rumah tangga yang mengkategorikan marital rape sebagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami sehingga, pemerintah belum bisa menindak lanjut kasus marital rape yang terjadi di Indonesia secara tuntas, karena memang belum ada peraturan perundangan yang membahas khusus mengenai marital rape. Untuk kasus pedofilia sendiri, pemerintah sudah mendirikan sebuah lembaga Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) untuk melindungi anak-anak Indonesia. Dalam kasus pedofilia yang selama ini terjadi pemerintah sudah bertindak cepat dan tegas dalam pengumpulan barang-barang bukti serta mengambil sikap tegas untuk menangani pelaku dan korban.
 Dalam menangani kasus marital rape, pedofilia dan kasus pelecehan seksual lainnya, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi masyarakat juga harus bekerja sama untuk mengurangi dan mengatasi kasus-kasus tersebut, tentunya dengan berpedoman pada peraturan yang telah ditetapkan.

Sumber :
http://elisatris.wordpress.com/Polri dalam Perlindungan anak dan KDRT _ Elisatris Gultom's Blog.htm
http://en.tempo.co/read/news/2008/08/28/058132753/Masa-Tahanan-Tersangka-Pedofilia-Diperpanjang
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20071125033713AAH3wFg

0 komentar:

Posting Komentar